Jamaah An-Nadzir Gowa dan Metode Penentuan Awal Ramadhan Gunakan Kain Tipis

11 Maret 2024, 07:49 WIB
Pemimpin An-Nadzir di Gowa, Samiruddin Pademmui, menunjukkan bagaimana kain tipis berwarna hitam itu digunakan untuk memantau bayangan bulan /BBC Indonesia/DARUL AMRI

MANADOKU.COM - Jamaah An-Nadzir, kelompok Islam yang tumbuh pesat di Sulawesi Selatan, memiliki metode unik untuk menentukan awal bulan Ramadhan.

Selain melakukan pengamatan hilal tradisional dengan menggunakan kain tipis, mereka juga memakai aplikasi perangkat lunak modern untuk memantau bayangan bulan.

Dengan menggabungkan ketiga metode ini, pemimpin An-Nadzir, Samiruddin Pademmui, mengumumkan bahwa perpindahan dari bulan Syakban ke Ramadhan 2024 terjadi pada Minggu 10 Maret 2024 pukul 17.00 WITA.

Menurut ajaran An-Nadzir, jika awal Ramadan jatuh pada siang atau sore hari, mereka diperbolehkan berpuasa dengan niat menyambut Ramadhan pada hari tersebut.

Baca Juga: Inilah Aturan Hari dan Jam Kerja ASN selama Ramadhan 2024, Simak dengan Lengkap!

"Sedangkan untuk mencapai kesempurnaan, puasa penuh 1 Ramadhan akan dimulai pada tanggal 11 Maret, hari Senin," tambah Samiruddin, Jumat 8 Maret 2024.

Tradisi An-Nadzir sebelumnya sering membuat mereka memulai Ramadhan dan merayakan Idulfitri lebih awal dibandingkan dengan umat Islam pada umumnya.

Namun, pada tahun ini, mereka memulai bulan puasa pada Senin 11 Maret 2024.

Metode unik mereka menciptakan ketertarikan dan keunikan dalam menentukan awal Ramadhan, yang diakui oleh banyak pihak di wilayah tersebut.

Metode Penentuan Awal Ramadhan

Samiruddin Pademmui sebagai pemimpin An-Nadzir di Gowa, menjelaskan bahwa penentuan awal Ramadhan diambil setelah melakukan pengamatan bulan pada tanggal 14, 15, dan 16 Syakban, serta kembali diamati pada tanggal 27, 28, dan 29 Syakban.

Syakban, kata dia, merupakan bulan ke-8 dalam tahun Hijriah dengan durasi 29 hari.

Selain pengamatan bulan, An-Nadzir menggunakan metode lain yang melibatkan kain tipis berwarna hitam untuk melihat bayangan bulan, terutama saat subuh.

"Kita memiliki istilah melihat bayangan bulan menggunakan kain tipis. Kemarin (Kamis 7 Maret 2024) kita melihat masih empat bayangan, yang berarti masih terbit tiga kali lagi," jelasnya.

"Tadi subuh ada tiga bayangan, yang berarti terbit lagi dua kali. Bulan masih akan terbit di timur besok dan Ahad," tambah Samiruddin.

Pendekatan ini juga diperkuat dengan penggunaan aplikasi perangkat lunak untuk meningkatkan akurasi menentukan waktu pergantian bulan baru dari Syakban ke Ramadhan 1445 Hijriah.

"Kami memiliki bantuan aplikasi yang telah kami amati selama beberapa tahun ini sangat membantu akurasi dalam menentukan perpisahan bulan. Hari Ahad adalah waktu ketika bulan Syakban sudah tidak terlihat lagi di barat, jadi pergantian bulan atau konjungsi terjadi sekitar jam lima sore waktu kami di sini (WITA)," jelas Samiruddin.

Meskipun An-Nadzir menggunakan metode yang unik, terdapat perbedaan pandangan dengan pemerintah, terutama dalam hal penentuan awal bulan baru menggunakan istilah hilal.

Menurut Samiruddin, hilal tidak selalu terbit di atas ufuk, kadang-kadang di bawah ufuk, dan inilah sebabnya terjadi perbedaan.

Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan mempertanyakan dasar An-Nadzir yang menggunakan kain dalam penentuan awal puasa.

Prof. Ruslan Muin, Ketua Bidang Fatwa MUI Sulawesi Selatan, juga mengajukan pertanyaan tentang perhitungan kelompok An-Nadzir dalam menetapkan pergantian bulan, mengingat hal ini sangat penting dalam menentukan awal puasa.

"Yang terpenting kita berangkat dari suatu prinsip, bahwa melihat bulan dengan benar dan sah, itu petunjuk dalam agama kita," tegas Ruslan.

"Jelas bahwa berpuasa saat melihat bulan dan berbuka saat melihat bulan, itulah kunci utamanya," tambahnya.***

Editor: Sahril Kadir

Sumber: BBC

Tags

Terkini

Terpopuler