Sejarah Kiblat dan Serba-serbinya, Bukan Sekadar Arah Menghadap Shalat

- 26 Maret 2024, 12:00 WIB
Ka'bah di Mekkah sebagai kiblat umat Islam.
Ka'bah di Mekkah sebagai kiblat umat Islam. /pexels.com/@Yasir Gürbuz/

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, "kiblat" didefinisikan sebagai arah menuju Kakbah di Mekah yang harus dihadapi oleh umat Islam saat melakukan shalat.

Sejarah Kiblat Umat Islam

Kiblat, arah yang dihadapi dalam ibadah shalat umat Islam, memiliki sejarah yang kaya dan penting dalam agama. Dua tempat suci yang pernah dijadikan kiblat dalam shalat adalah Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) di Palestina dan Baitullah atau Ka’bah di Masjidil Haram Mekah. Meskipun Baitul Maqdis masih dianggap sebagai kiblat oleh kaum Yahudi, bagi umat Islam, kiblat utama adalah Ka’bah di Mekah.

Nabi Muhammad SAW sendiri awalnya menghadap kiblat Baitul Maqdis baik ketika berada di Mekah maupun di Madinah, selama sekitar 16 atau 17 bulan. Namun, kemudian turun wahyu yang menetapkan Ka’bah sebagai kiblat yang dikehendaki oleh Allah.

Pada awalnya, Nabi Muhammad SAW sering mendapatkan ejekan dari orang-orang Yahudi karena masih menghadap kiblat mereka. Hal ini membuat beliau tidak nyaman, sehingga memohon kepada Allah agar kiblatnya dialihkan ke Ka’bah. Permohonan tersebut dikabulkan dengan turunnya wahyu Surat Al-Baqarah: 142-150.

Peristiwa penting ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW sedang menjalankan shalat berjamaah di Masjid Bani Salamah di Madinah. Setelah menerima wahyu, Nabi Muhammad SAW dan para jamaah mengubah arah kiblat mereka ke Ka’bah di Mekah. Peristiwa ini kemudian membuat Masjid Bani Salamah dikenal sebagai Masjid Qiblatain, yang artinya Masjid dengan dua kiblat.

Perubahan kiblat ini memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah untuk menguji kesetiaan umat Islam kepada Nabi SAW, membedakan antara orang yang taat dan yang tidak, serta sebagai ujian keimanan. Selain itu, perubahan kiblat ini juga dimaksudkan untuk memperkuat mental umat Islam yang sering mendapat ejekan dari kaum Yahudi.

Ka’bah sendiri merupakan tempat ibadah yang paling utama dalam Islam, sering disebut sebagai Baitullah (rumah Allah). Bangunan Ka’bah berbentuk kubus dan terbuat dari batu-batu granit Makkah, memiliki dimensi yang khas. Menurut sejarah, Nabi Adam AS dianggap sebagai orang yang pertama kali mendirikan bangunan Ka’bah di bumi, yang kemudian ditinggikan ke langit setelah wafatnya.

Pada masa Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS, Ka’bah digunakan sebagai tempat ibadah utama umat Islam. Ka’bah juga menjadi pusat perhatian banyak orang, termasuk Abrahah, seorang gubernur di Najran, yang mencoba meniru bentuk Ka’bah dengan membangun bangunan serupa di Najran.

Namun, Ka’bah tetap dijaga dan dipelihara oleh berbagai suku dan kabilah di sekitar Makkah, termasuk oleh keluarga Nabi Muhammad SAW. Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad, terkenal karena menghiasi pintu Ka’bah dengan emas yang ditemukan ketika menggali sumur zam-zam.

Dari Ancaman Hancur Hingga Renovasi Megah

Ka'bah, sebagai pusaka purbakala yang memancarkan spiritualitas dan kesucian, pernah berada dalam ancaman serius. Al-Quran mencatat upaya Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah dengan pasukan gajahnya, namun pasukan tersebut dihancurkan oleh burung yang melempari mereka dengan batu dari tanah berapi, meninggalkan mereka hancur seperti daun dimakan ulat.

Halaman:

Editor: Sahril Kadir


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

x