Bukan soal Piala Dunia U-20, Israel Kini Memanas Unjuk Rasa dimana-mana karena ini

28 Maret 2023, 04:29 WIB
Israel Memanas Tel Aviv Rusuh, Indonesia Nelangsa FIFA Cabut Status Tuan Rumah di Piala Dunia U-20. /Tangkap layar Twitter/@Spriter99880//

MANADO, Pikiran Rakyat - Situasi dan kondisi Israel saat ini memanas dengan banyaknya aksi unjuk rasa untuk menentang perombakan sistem peradilan yang direncanakan pemerintah.

Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan di ibu kota Tel Aviv dan kota-kota lain di Israel, pada hari Minggu 26 Maret 2023.

Banyaknya unjuk rasa itu membuat aparat menembakkan meriam air di beberapa lokasi unjuk rasa, termasuk di luar kediaman pribadi Netanyahu di Yerusalem.

Baca Juga: Astaghfirullah, Warga Palestina Ditembak Mati Tentara Israel di Hari Pertama Ramadhan 2023

Dikutip dari DW, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dipecat Netanyahu menyusul seruan penghentian atas reformasi sistem peradilan. Sementara aksi protes atas perombakan sistem peradilan terus berlanjut.

Sebelumnya, Gallant yang merupakan anggota Partai Likud Netanyahu, meminta pemerintah menghentikan rencana untuk merombak sistrem peradilan di Israel.

"Kita harus menghentikan proses tersebut guna memulai dialog,” kata Gallant dalam pidato yang disiarkan televisi pada Sabtu 25 Maret 2023 sembari mengatakan bahwa keamanan Israel dalam bahaya.

Gallant merupakan seorang jenderal terkemuka di Israel dan anggota paling senior dari Partai Likud Netanyahu yang mendesak sang perdana menteri membatalkan rencana reformasi tersebut

Tak lama berselang, Konsulat Jenderal Israel di New York Asaf Zamir mengumumkan pengunduran dirinya di Twitter.

"Keputusan untuk memecat Menteri Pertahanan hari ini meyakinkan saya bahwa saya tidak bisa lagi mewakili pemerintahan ini,” tulisnya.

Memanasnya situasi dan kondisi Israel terjadi setelah Pemerintah Israel mengumumkan rencana reformasi sistem peradilan itu pada bulan Januari lalu.

Menurut pemerintah, reformasi diperlukan untuk memulihkan keseimbangan antara eksekutif dan yudikatif, dengan mengklaim bahwa hakim telah menjadi terlalu "intervensionistik.”

Dampak dari reformasi tersebut adalah Pemerintah Israel akan mendapatkan kuasa dalam memilih hakim, sedangkan kekuasaan Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan undang-undang akan terbatasi.

Sementara para penentang reformasi menilai pemerintahan koalisi ultra kanan sedang berusaha mengikis pemisahan kekuasaan di Israel dan menempatkan negara itu menuju jalan otokrasi.

Adapun Menteri Kebudayaan Israel Micky Zoharm yang adalah sekutu dekat Netanyahu, mengatakan bahwa partainya akan mendukung perdana menteri jika dia menunda reformasi tersebut.

Sebagai informasi, Likud adalah partai terbesar dalam koalisi pemerintahan, namun hanya menyumbang sekitar setengah kursi di parlemen Israel, Knesset.***

Editor: Sahril Kadir

Sumber: DW

Tags

Terkini

Terpopuler