Renungan Minggu, 24 Juli 2022, Pendeta Elfira Yessy Kalangie: Mengucap Syukurlah untuk Kemuliaan Allah

- 23 Juli 2022, 13:52 WIB
Pendeta Elfira Thelda Yessy Kalangie, M.Th, Jemaat  “PETRA” Kinilow Wilayah Lokon Empung
Pendeta Elfira Thelda Yessy Kalangie, M.Th, Jemaat “PETRA” Kinilow Wilayah Lokon Empung /Dokumen Pribadi/

MANADO HITS- Renungan Minggu 24 Juli 2022, ditulis oleh Pendeta Elfira Thelda Yessy Kalangie, M.Th dengan judul Mengucap Syukurlah untuk Kemuliaan Allah. Bacaan Alkitab 1 Korintus 10:14-33.

Renungan Minggu, 24 Juli 2022, dimana Penulis adalah Pendeta Jemaat  “PETRA” Kinilow Wilayah Lokon Empung.

Renungan Minggu, 24 Juli 2022 dikutip ManadoHits.com melalui website dodokugmim. Menuliskan, Jemaat yang diberkati dan dikasihi Tuhan Yesus Kristus.

Mengucap syukur adalah salah satu cara orang Kristen berterima kasih kepada Tuhan yang telah menganugerahkan berkat (materi, kesuksesan, dalam berbagai bidang kehidupan,dll) serta keselamatan dalam kehidupannya.

Baca Juga: Renungan Harian Katolik, 23 Juli 2022: Syarat dan Ketentuan Berlaku

Mengucap syukur menjadi sebuah karakteristik(sifat/perilaku) seseorang yang diekspresikan dengan berbagai cara baik dalam suasana sukacita maupun dalam pergumulan dan penderitaan.

Tetapi menjadi pertanyaan bagi kita, apakah reaksi setiap orang percaya dengan bersyukur benar-benar dilandasi pada ketaatan dan kesetiaannya kepada Tuhan atau hanya bersifat seremonial belaka?

Sebab banyak dijumpai ketika seseorang mengungkapkan rasa syukur yang dirasakan seperti bersyukur karena hari ulang tahun (pribadi,Pernikahan), sukses dalam pekerjaan, studi, hubungan percintaan dan lain sebagainya.

Seringkali jatuh pada aktivitas pesta pora bahkan lebih parah lagi orang kristen jatuh pada penyembahan berhala (mengucap syukur pada “opo-opo/allah-allah), bukan Tuhan Allah yang menjadi fokus / yang terutama melainkan diri sendiri atau kuasa lain di luar kuasa Tuhan.

Baca Juga: Renungan Harian Keluarga GMIM, 23 Juli 2022: Api PL Membinasakan, Api PB Menyelamatkan?

Jemaat yang diberkati dan dikasihi Tuhan Yesus Kristus, Rasul Paulus dalam bacaan dan renungan kita saat ini, ketika dalam perjalanan penginjilannya di Kota Korintus yang memakan waktu selama 1 tahun 6 bulan membawa banyak orang diselamatkan dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Rasul Paulus mengalami banyak tantangan dan pergumulan di Kota Metropolitan(Kota Pelabuhan) atau disebut kota yang sangat duniawi yang dipengaruhi beragam kebudayaan, salah satunya adalah penolakan dari orang-orang Yahudi.

Realitas sebagai kota pelabuhan yang melahirkan kejahatan, immoralitas yang bertumbuh subur, pemujaan dan penyembahan kepada dewa-dewa Yunani dan Romawi (dewi cinta, Afrodite)

Menjadi gaya hidup masyarakat kota Korintus. Pertentangan demi pertentangan terjadi, mengakibatkan rusaknya moralitas individu dan terjadinya degradasi iman.

Baca Juga: Pdt Yvonne Awuy Lantu Kembali Terpilih Ketua MD GPdi Sulut, Ini Struktur Lengkap Pengurus Periode 2022-2027

Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus berusaha untuk meyakinkan dan menasehati jemaat kristen saat itu supaya mereka tetap pada keyakinan mereka semula untuk menyembah dan memuliakan hanya kepada Tuhan Yesus sebagai Mesias yang menyelamatkan.

Masalah-masalah yang dihadapi seperti adanya pertentangan dalam jemaat ( 1Kor. 1:11), membanggakan diri karena memiliki Roh ( 1 Kor. 1:20-29), immoralitas ( 1 Kor. 5), persembahan makanan kepada dewa-dewi.

Penyimpangan dalam perjamuan kasih dan perjamuan kudus (1 Kor. 11), dapat diatasi dengan cara tetap bersatu sebagai jemaat yang kuat menghadapi godaan dan ancaman yang bisa merusak iman dan moral jemaat.

Dengan bijaksana dan rendah hati disertai dengan nada yang lembut nasehat Rasul Paulus hendak meyakinkan jemaat supaya mereka tetap menyembah dan memuliakan Tuhan, kata ” jauhilah” (Yunani: phiengete artinya: melarikan diri, menjauh)

Baca Juga: Aplikasi Lapor Hendi Terobosan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi Wujudkan Pelayanan Paripurna

Dipakai untuk meyakinkan jemaat supaya mereka menjauhkan diri (menghindar, menjauh) dari praktek-praktek penyembahan berhala (menyembah dewa dewi) yang bertentangan dengan ajaran Kristus (Ayat 14).

Karena mereka telah disucikan dan dibaharui melalui kematian dan kebangkitan Kristus yang disimbolisasikan melalui perayaan Perjamuan Kudus sebagai tanda dan materai yang hidup (ayat 16-17).

Secara tegas Paulus juga mengingatkan jemaat supaya tidak terpengaruh dengan praktek penyembahan berhala dan pemberian kurban, menyembah roh jahat sehingga membangkitkan cemburu Tuhan bagi umatNya (ayat 22).

Paulus pun lebih meyakinkan jemaat tentang bagaimana hubungan vertikal antara Tuhan Allah dengan manusia dan menjelaskan tentang bagaimana kebebasan dan tanggungjawab sebagai satu persekutuan umat Tuhan.

Baca Juga: Anda Ingin Direhabilitasi atau Ingin Buat Aduan Penyalahgunaan Narkoba di Kota Manado? Begini Caranya

Jemaat diharapkan mampu menjadi berkat bagi orang lain dengan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Dalam kehidupan bersama rasul Paulus mengatakan, “Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.”

Artinya jangan kita merugikan dan menyusahkan orang lain, baik kepada sesama anggota jemaat maupun sesama dalam komunitas di luar jemaat. Karena tidak bisa dihindari ketika dalam pergaulan dengan sesama orang beriman atau tidak sering terjadi perselisihan, pertengkaran, dan permusuhan.

Salah satu penyebabnya adalah soal makanan. Hal ini juga yang terjadi dalam komunitas orang percaya di Korintus. Bagi orang Kristen Yahudi ada pantangan makanan yang harus dihindari berdasarkan hukum Taurat, tapi bagi orang Kristen Yunani, mereka memiliki kebiasaan makan makanan yang dilarang hukum Taurat.

Rasul Paulus mengatakan: “Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu.

Baca Juga: Ambil Paket Obat Keras Trihexyphenidyl di Halaman Masjid Manado, Pekerja Swasta Diringkus Polisi

“ ( Roma 18:3). Pada prinsipnya pergaulan hidup dalam sebuah komunitas masyarakat sangat diperlukan untuk mengekspresikan/mengaktualisasikan diri seseorang tetapi harus mampu menjaga diri agar jangan terseret pada sikap egoisme, merugikan orang lain dan membawa permusuhan dan perpecahan.

Memang perselisihan dan pertentangan soal makanan yang terjadi di Korintus melahirkan sebuah pertanyaan, mengapa kebebasan ku harus ditentukan oleh kebenaran-kebenaran hati nurani orang lain? (ayat 27).

Sebagai orang percaya (orang Kristen) yang memegang prinsip demokratis yang menjamin hak hidup dan kebebasannya sebagaimana yang diakui di negara kita, dimana kebebasan sebagai warga negara tidak boleh membatasi atau mengganggu kebebasan orang lain.

Itulah juga yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, bahwa sebagai orang Kristen yang merdeka, maka kebenaran hati nurani seseorang harus menghormati dan menghargai kebebasan hati nurani orang lain (sesama).

Karena hati nurani terbentuk melalui proses adanya kebiasaan dan pandangan moral dalam sebuah lingkungan dimana ia bertumbuh dan dibesarkan.

Hati nurani seseorang adalah hasil dari proses pengalaman empirik ( nyata) yang menghasilkan intuisi dan perasaan yang rasional bukan irasional.

Walaupun Umat Allah telah bebas dari kewajiban menjalankan hukum Taurat namun mereka tetap harus waspada agar tindakan mereka tidak menimbulkan masalah bagi orang lain (ayat 28-29).

Bagi Paulus, hati nurani orang percaya yang menghasilkan kebiasaan seperti pola makan, jenis makanan, racikan makanan, cara mengolah (memasak) dan cara makan, sejauh tidak terdapat unsur penyembahan berhala dan roh jahat maka tidak bertentangan dengan kemerdekaan orang kristen.

Kalaupun ada perbedaan tidak usah diperdebatkan apalagi dipertentangkan. Semuanya harus saling menghargai dan menghormati. Rasul paulus mengatakan, “ Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Tuhan,” (ayat 31).

Karena bukan makan dan minum yang menyelamatkan, tetapi hanya oleh kasih karunia Allah Bapa di dalam Yesus Kristus yang menyelamatkan. Dan segala sesuatu yang dilakukan adalah untuk memuliakan nama Tuhan.

Paulus percaya bahwa ada saat-saat tertentu dimana hal-hal yang dapat menyinggung para pengikut Kristus yang baru perlu dihindari, karena Tuhan Yesus mengajarkan bahwa para pengikutnya harus bersedia menjadi pelayan bagi orang lain.

Paulus juga menggambarkan para pengikut-Nya sebagai “tubuh Kristus” (12:22). Yesus adalah kepalanya. Maka secara tegas pula Paulus mau mengatakan bahwa ikutilah teladannya sebagai pengikut Kristus yang setia dan taat supaya beroleh selamat (ayat 33).

Keteladanan Rasul Paulus memberi pengaruh positif kepada jemaat yang dilayani dan semua orang yang merasakan pelayanannya.

Jemaat yang diberkati dan dikasihi Tuhan, Berefleksi dari bacaan dan renungan kita saat ini, maka ada beberapa hal penting yang harus menjadi catatan kritis dalam rangka menjawab setiap tantangan.

Dan pergumulan yang dihadapi di tengah-tengah kehidupan yang sarat dengan perselisihan/pertentangan dengan cara yang benar yakni mengucap syukurlah untuk kemuliaan nama Tuhan

Pertama,Tuhan Allah yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya adalah Tuhan Allah yang kita sembah dan hanya kepada-Nya kita patuh, taat dan setia. Apa yang telah dicipta-Nya semuanya adalah baik dan berguna untuk kehidupan manusia.

Maka hanya dengan cara menyembah dan mengucap syukur kepada-Nya sebagai satu-satunya Allah yang hidup, dan tidak ada kuasa lain yang diandalkan dalam setiap waktu.

Tuhan Allah tidak menghendaki umat-Nya menyembah pada kuasa lain atau roh-roh jahat (berhala) karena Ia adalah Allah yang cemburu apabila umat-Nya menyembah Allah lain.

Menjadi sebuah keharusan yang harus diimplementasikan dalam tingkah laku hidup setiap hari orang percaya.

Kedua, dalam kehidupan sebagai orang percaya, ketika kita diberi kebebasan untuk melakukan segala sesuatu dan dalam keadaan apapun juga janganlah kita memakai kebebasan itu untuk melakukan tindakan-tindakan yang melukai atau menyakiti yang mengakibatkan kehancuran dalam hidup sebuah persekutuan di tengah-tengah keluarga, jemaat dan masyarakat.

Ketiga, mengingatkan kita sebagai orang percaya yang memiliki hati nurani yang baik. Kita menjaga hati nurani kita tetap bersih tanpa melukai perasaan orang lain (pribadi) atau sebuah komunitas.

Jika ada perbedaan tidak usah diperdebatkan apalagi dipertentangkan. Hidup saling menghargai dan menghormati adalah yang terbaik.

Keempat, keselamatan yang dianugerahkan Tuhan Allah dalam Yesus Kristus yang disimbolisasikan melalui Perjamuan Kudus yang ditandai dengan minum cawan pengucapan syukur yang berarti umat mengucap syukur kepada Tuhan yang telah menganugerahkan keselamatan kepada manusia melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

Dan roti yang dipecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus yang bermakna bahwa gereja adalah satu tubuh dalam Yesus Kristus dan tidak terpecah belah.

Maka kehadiran gereja secara inklusif di tengah-tengah dunia ini senantiasa menghadirkan damai sejahtera dan keutuhan ciptaan.

Kelima, mengucap syukurlah dalam segala hal, itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus untuk dilakukan setiap orang percaya untuk memuliakan Tuhan. Mengucap syukur dalam totalitas hidup.

Hidup menjadi berkat, bukan hidup mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok tapi untuk kepentingan bersama. Hiduplah menghargai dan menciptakan perdamaian dengan sesama. Amin. ***

Editor: Valentino Warouw


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x