Renungan Minggu 6 Maret 2022, Pdt Brando Vallentino Kondoj: Membangun Spiritual Melalui Puasa Diakonal

- 6 Maret 2022, 08:04 WIB
Pdt. Brando Vallentino Kondoj, M.Th. Penulis adalah Pendeta Jemaat GMIM Efrata Tandengan, Wilayah Langowan Empat.
Pdt. Brando Vallentino Kondoj, M.Th. Penulis adalah Pendeta Jemaat GMIM Efrata Tandengan, Wilayah Langowan Empat. /dokumen pribadi. /

MANADO HITS- Renungan Minggu 6 Maret 2022, Pdt Brando Vallentino Kondoj, M.Th, dengan judul Membangun Spiritual Melalui Puasa Diakonal, Bacaan Alkitab, Yesaya 58:1-12.

Renungan Minggu, 6 Maret disampaikan Pdt Brando Vallentino Kondoj, M.Th, yang adalah Pendeta Jemaat GMIM Efrata Tandengan, Wilayah Langowan Empat, Minahasa.

Renungan Minggu, 6 Maret 2022 dikutip ManadoHits.com melalui website dodokugmim menuliskan, saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus, sebuah hubungan yang baik ditandai dengan adanya aktivitas dan komunikasi yang berjalan dengan baik juga.

Tanpa aktivitas dan komunikasi yang baik, sebuah hubungan tidak akan berjalan sebagaimana seharusnya. Kehidupan orang percaya pun harus dipahami demikian.

Baca Juga: PRAKIRAAN CUACA, 6 Maret 2022: Waspada Hujan Sedang Hingga Lebat di 4 Wilayah Sulawesi Utara

Kekristenan adalah lebih dari sekadar agama dengan seperangkat aturan yang harus dilakukan, yang membebani dan mengekang seseorang.

Kekristenan adalah sebuah hubungan. Itulah sebabnya, kehidupan orang percaya harus ditandai dengan hal-hal yang menunjukkan adanya hubungan yang baik antara manusia dengan Allah,

yakni melalui aktivitas dan komunikasi yang terjalin dengan baik. Namun demikian, hal-hal itu tidak selalu terjadi.

Orang percaya dapat jatuh dalam godaan rutinitas agamawi, yang memang mencerminkan adanya aktivitas keagamaan yang dilakukan, namun tidak mencerminkan sebuah hubungan yang baik antara manusia dengan Allah.

Baca Juga: Lirik Lagu Cinta Sampai Mati, Single Baru Kangen Band yang Langsung Viral

Perjalanan umat Israel dan Yehuda sebagai umat Allah menunjukkan adanya masalah-masalah yang demikian.

Umat Allah jatuh dalam rutinitas agamawi dengan seperangkat aktivitas yang mereka lakukan dari waktu ke waktu, tetapi yang jauh dari kehendak Tuhan.

Mungkinkah hal-hal yang demikian terjadi dalam kehidupan orang percaya? Mungkinkah seseorang aktif melakukan banyak hal di hadapan Tuhan namun jauh dari kehendak Tuhan?

Di sinilah tugas nabi Yesaya untuk menyuarakan kehendak Tuhan bagi pertobatan umat Allah. Allah meminta nabi Yesaya memberitakan kehendak-Nya itu dengan keras dan tegas.

Baca Juga: Deretan Aset Mewah Bakal Disita Dari Crazy Rich Indra Kenz: Ada Tesla, Ferrari hingga Rumah Senilai Rp7,7 M

Laksana orang yang berteriak dengan kerongkongannya, Yesaya diminta untuk menyerukan dan menyaringkan suaranya untuk menyatakan pelanggaran dan dosa umat-Nya (ay. 1).

Umat Allah telah ada di titik di mana kesalehan yang mereka tunjukkan adalah kesalehan yang palsu dan jauh dari kehendak Tuhan, dan Tuhan membenci bentuk-bentuk kesalehan yang demikian.

Bila melihat pada kulitnya saja, mereka memang setiap hari mencari Allah dan suka untuk mengenal segala jalan-Nya.

Seperti bangsa yang melakukan yang benar dan yang tidak meninggalkan hukum Allah, mereka menanyakan tentang hukum-hukum yang benar dan suka mendekat menghadap kepada Allah (ay. 2).

Baca Juga: Man City vs Man Utd: Dua Striker Setan Merah Meragukan Tampil, Ralf Rangnick Beri Sinyal Ronaldo Starter

Lantas, dimanakah masalahnya? Umat Allah memang melakukan segala aktivitas keagamaannya, namun mereka melakukannya dengan motivasi yang tidak benar, tanpa pertobatan yang benar, dan tidak menghasilkan dampak kepada orang lain.

Pada pasal 58 ini, Allah melalui nabi Yesaya menyoroti satu dari sekian banyak aktivitas keagamaan yang dilakukan umat Allah, yakni puasa mereka.

Pada pasal 1, telah ada tuntutan kepada kepada umat Allah agar mereka bertobat.

Serangkaian aktivitas keagamaan mereka telah membuat Allah muak: korban persembahan yang mereka berikan, perayaan-perayaan mereka, bahkan ibadah dan doa-doa mereka.

Baca Juga: Wow! BTS Pecahkan 3 Guinness World Records, Total Boy Grup K-Pop itu Koleksi 28 Rekor Dunia

Allah muak dan jijik karena umat-Nya melakukan semuanya itu namun tidak meninggalkan kejahatan-kejahatan mereka. Bagaimana dengan puasa yang mereka lakukan?

Saudara-saudara, umat Allah melakukan puasanya dengan motivasi yang tidak benar.
Dalam puasanya, mereka menuntut agar Allah memenuhi keinginan-keinginan mereka. Puasa mereka ditujukan untuk kepentingan diri mereka sendiri.

“Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga? (ay. 3).

Di setiap Hari Raya Pendamaian, umat Allah akan mengkhususkan satu hari di mana mereka akan berpuasa, merendahkan diri, tidak makan dan minum, sebagai aktivitas yang mereka lakukan secara teratur dari waktu ke waktu.

Namun di titik ini, umat Allah tidak lagi memahami tujuan puasa yang dikehendaki Allah. Di sinilah bahaya formalitas belaka dan kemunafikan dapat merasuki kehidupan beragama umat Allah.

Baca Juga: Anda Wajib Tahu, 5 Makanan Ini Bisa Tingkatkan Resiko Penyakit Jantung: Nomor 3 Paling Nikmat Tapi Berbahaya

Hal itu terjadi karena umat melakukan tanpa mencari kehendak Allah yang benar. Allah membuka segala borok umat-Nya melalui suara nabi-Nya:

“Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena” (ay. 3-4).

Puasa yang diarahkan pada kepentingan diri sendiri membuat umat Allah bertindak jauh dari kehendak Allah dan tidak memperhatikan sesama mereka.

Yesaya menunjukkan bahwa umat Allah tetap mengerjakan urusan mereka di hari puasa mereka. Pekerjaan dan urusan yang mereka tinggalkan ketika mereka berpuasa mereka bebankan kepada pekerja-pekerja mereka.

Di hari puasa, umat Allah menekan dan memaksa orang lain demi kepentingan mereka, sementara mereka dapat tetap “beribadah” kepada Tuhan.

Baca Juga: Pekan Depan Bertolak ke Jepang, Pratama Arhan Beber Harapannya Bersama Tokyo Verdy

Orang-orang ini sama sekali tidak mau merugi barang sehari. Puasa jalan, bisnis pun harus tetap jalan. Di hari puasa, umat Allah memang tidak makan dan minum, namun amarah dan kekerasan tidak berhenti dalam praktik hidup mereka.

Di sinilah formalitas dan kemunafikan, yang didasarkan pada ketidaktahuan akan kehendak Allah, telah memenuhi hidup umat Allah.

Saudara-saudara, puasa yang demikian tidak akan diterima oleh Allah. Puasa dengan model yang seperti ini membuat suara umat Allah tidak akan didengar Allah di tempat tinggi.

Puasa mereka memang dilakukan sambil menabur abu di atas kepala mereka, kain kabung dikenakan pada tubuh mereka, bahkan badan mereka dibaringkan di atas tanah sebagai tanda merendahkan diri.

Editor: Valentino Warouw


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini