Network
MANADOKU.COM – Perkumpulan Jaga Pemilu menyoroti netralitas penyelenggara pemilu di luar negeri. Pasalnya, hampir mayoritas duta besar atau kepala perwakilan di luar negeri merupakan perwakilan dari partai politik atau relawan.
Menurut salah satu inisiator Perkumpulan Jaga Pemilu Wahyu Susilo, posisi duta besar atau Kepala Perwakilan yang berasal dari parpol atau relawan secara tidak langsung akan memengaruhi netralitas.
Sebenarnya, kata dia, persoalan ini sudah terjadi pada pemilu 2014. Saat itu, ada kejanggalan dari salah satu calon dari parpol, dengan ditemukannya 35 ribu surat suara dengan satu coblosan.
“Lalu pada 2019, terjadi peristiwa di Malaysia dimana ditemukan surat suara yang sudah tercoblos, mencoblos calon legislatif yang juga putra Duta Besar Rusdi Kirana,” kata Wahyu saat jadi pembicara di diskusi Netralitas Aparat dalam Pemilu oleh Perkumpulan Jaga Pemilu, pada Rabu 10 Januari 2024.
Baca Juga: Inilah Rancangan Jadwal Pilkada Serentak 2024, Pemungutan Suara 27 November 2024
Tidak hanya itu Wahyu juga menyoroti atase pertahanan yang rawan tidak netral saat pelaksanaan pemilu di luar negeri. Alasannya, peran atase pertahanan sangat kuat terkait pengamanan dan juga menjadi bagian dari desk pemilu.
Wahyu juga menilai, kualitas penyelenggaraan pemilu di luar negeri terus merosot. Salah satu alasannya adalah karena tidak ada lagi desk pemilu di bawah Kementerian Luar Negeri yang bertugas mengawasi pelaksanaan pemilu di luar negeri.
“Pada 2004, 2009 dan 2014 ada desk pemilu yang dikelola Kemenlu dan ini cukup membantu penyelenggaraan pemilu di luar negeri, memastikan distribusi dan lain-lain,” ungkapnya.
“Setelah 2014, tidak ada lagi desk pemilu. Dan dalam perbandingan kami, memang hasilnya kacau balau,” ujar Wahyu.
