Wajah Reyot Pendidikan di Gerbang NKRI

17 November 2022, 15:25 WIB
Kondisi salah satu sekolah /Dok. Istimewa /

MANADO HITS- MEMBANGUN perbatasan sebagai gerbang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seyogianya menjadikan wilayah tersebut sebagai frontyard atau halaman depan negara. Artinya wajah negara kita adalah kawasan perbatasan dengan semua perkembangannya yang baik. Aspek pendidikan merupakan bagian yang penting karena bagian dari Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia).

Ironisnya wajah “reyot” pendidikan di perbatasan negara, khususnya Pulau Miangas perbatasan Indonesia-Filipina masih terlihat jelas. Memasuki SMPN 2 Nanusa di Kecamatan Khusus Miangas, tampak jelas bangunan tidak layak yang sudah dibangun sejak tahun 1986-1987. Atap-atap sekolah yang bolong, berikut plafon yang sudah berjatuhan dengan pemandangan siswa-siswi lalu lalang serta dinding bercat krem bermotif hitam bagian bawahnya pertanda sering bocor saat hujan dan perlu dicat kembali.

Guru yang ramah menyambut kedatangan saya ketika melakukan penelitian untuk menyelesaikan studi S3 di Universitas Indonesia. Ini kali ketiga saya penelitian di pulau Miangas, yang pertama saat penelitian untuk skripsi S1, tesis S2 dan kini disertasi S3. Guru dan siswa penuh antusias dengan tidak sedikit aspirasi yang disampaikan dengan harapan bisa saya teruskan kepada para pemangku kebijakan.

Pastilah banyak yang bocor jika hujan turun, kepala sekolahnya yang juga alumni SMPN 2 Miangas, Yan Rahmat Parenta, S.Pd mengkonfirmasi benar bahwa bangunan sudah ada sejak dia sekolah SMP dan sampai sekarang bangunannya belum ada perubahan. Sesekali dari petugas Border Crossing Station Filipina meminta ingin mengajar Bahasa Inggris tapi sering para guru merasa tidak enak jika warga negara tetangga melihat kondisi sekolah yang sudah tidak layak dan masuk digunakan.

Bangunannya mirip SDN Miangas pada saat kunjungan penelitian kedua saya di tahun 2017 yang rusak parah, banyak masukan kepada para pembuat kebijakan dan akhirnya diperhatikan oleh BUMN dan dibantu renovasi. Kondisi ruang-ruang kelasnya saat ini sudah baik, tinggal rumah dinas guru SD yang masih rusak parah. SMKN 2 Talaud bangunannya sudah lumayan bagus Sedangkan rumah dinas gurunya yang tidak memadai sehingga menjadi kendala tersendiri bagi guru-guru dari luar Miangas seperti salah satu guru yang berasal dari Bandung Jawa Barat untuk bertugas di perbatasan.

Hal ini mengingat pendapatan mereka yang tanpa tunjangan khusus perbatasan dan harus hidup terpisah jauh dari suami atau istri dan anak-anak. Belum lagi fasilitas yang penunjang proses pembelajaran seperti komputer, alat praktek seni, olahraga, matematika, buku ajar yang terbaru (update) serta bahan-bahan bacaan untuk perpustakaan yang sangat kurang. Kondisi ini kian diperparah dengan kualitas jaringan internet yang saat ini sangat buruk. Hal ini tentu mempengaruhi kualitas belajar mengajar serta SDM siswa maupun guru yang harus dipaksa untuk berjuang lebih keras lagi untuk mengikuti berbagai perkembangan pendidikan.

Sebagai contoh, koordinasi dengan pimpinan dinas pendidikan yang sering terkendala karena jaringan komunikasi. Terkadang pesan whatsapp dari pimpinan beserta dokumen-dokumennya baru bisa diterima dalam 2-3 hari. Alhasil tidak bisa direspons dengan cepat belum lagi informasi yang berperihal undangan ke pesertaan, terkadang dilewatkan karena jaringan internet. Belum lagi kondisi transportasi udara yang sudah tidak ada lagi dan transportasi laut yang tidak menentu karena bisa seminggu, dua minggu sekali tetapi bisa juga tiga minggu, sebulan bahkan dua bulan sekali tergantung kondisi cuaca.

Meski demikian, berbagai upaya dilakukan oleh para guru dan siswa untuk tetap mengejar ketertinggalan sebagai konsekuensi hidup di gerbang depan negara yang seolah tinggal di gerbang belakang negara. Meski serba dilema, guru sering mencari berbagai solusi dengan meminta bantuan guru-guru di ibukota kabupaten. Namun ketika berangkat ke ibukota kabupaten untuk update bahan-bahan penunjang belajar mengajar konsekuensinya beberapa kelas bisa kosong karena tanpa guru yang lengkap dalam sepekan atau bahkan beberapa pekan.

Kondisi ini semakin kompleks dan miris dengan minimnya guru, semisal di SDN Miangas yang terletak sekitar 150 meter dari Titik 0 NKRI dengan siswa kurang lebih 78 orang dalam 6 kelas dengan hanya 2 guru ASN aktif. Selebihnya ada 6 orang guru honorer dengan berbagai latar belakang pendidikan termasuk lulusan SMA/SMK. Saat kunjungan pada bulan Oktober 2022 ke SDN Miangas, saya hanya bertemu dengan satu orang guru honorer yang datang mengajar siswa pada hari Sabtu saat saya berkunjung, sedangkan guru ASN lagi berangkat ke ibukota kabupaten dan guru honorer lainnya tidak ke sekolah. Mengingat penghasilan dengan menjadi guru honorer membutuhkan penghasilan tambahan lainnya untuk bisa bertahan hidup bersama keluarga.

Satu orang guru honorer yang mengajar pada hari itu menangani kelas 1 sampai kelas 6 dengan sistem kelas digabung-gabungkan. Sudah pasti proses pembelajaran akan jauh dari kata maksimal karena hanya ditangani oleh satu guru saja dalam satu hari. Saya pun berinteraksi dengan para siswa, yang saya perhatikan saat itu siswa kelas 6 SD sedang mengerjakan tugas dari gurunya untuk menggambar dan mewarnai. Begitu juga dengan SMPN 2 Nanusa di Miangas, ada beberapa guru mata pelajaran yang tidak tersedia seperti guru Bahasa Inggris dan IPA. Solusi mereka yakni dibantu oleh guru-guru honorer yang beberapa diantaranya hanya lulusan SMK untuk melengkapi kebutuhan tenaga guru. 

Secara keseluruhan, bangunan sekolah perlu diperhatikan baik ruangan kelas, laboratorium, ruang guru, rumah dinas guru. Begitu juga dengan fasilitasnya seperti komputer, alat praktek yang harus sesuai kebutuhan (terkadang menjadi mubazir karena tidak terpakai), buku ajar dan buku bacaan.

Kondisi ini membuat disparitas pendidikan yang semakin jauh, sehingga anak-anak lulusan dari Miangas seperti SMKN 2 Talaud di Miangas harus banyak menyesuaikan ketika melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Faktanya ada siswa-siswi SMK yang tidak bisa mengoperasikan komputer pada level dasar seperti tidak tahu posisi spasi, pegang mouse, apalagi mengetik dan tingkatan-tingkatan keterampilan penggunaan komputer selanjutnya.

Siswa SMK yang bisa hannyalah mereka dengan orang tua yang punya fasilitas laptop untuk pekerjaan dan atau yang mampu saja. Pada waktu bersamaan, sekolah tidak dilengkapi dengan fasilitas komputer untuk siswanya. Begitu juga dengan jaringan internet, sanggatlah dibutuhkan karena mempengaruhi efektivitas komunikasi serta mutu tenaga pengajar dan pelajar di tengah dunia pendidikan yang serba digital. Pernah terjadi di SMKN 2 Talaud di Miangas internet sudah mati ketika ujian ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) sementara berlangsung.

Itu pun sekolah sudah mengeluarkan uang untuk menggunakan WIFI khusus dengan kapasitas rendah dan harga yang tergolong mahal.

Selanjutnya jumlah tenaga pengajar yang harus diperhatikan kesesuaiannya dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Itu harus dilakukan jika pemerintah benar-benar ingin menjadikan wilayah perbatasan sebagai gerbang negara dan atau halaman depan negara. Tentu dengan memperhatikan kesejahteraan para guru seperti tersedianya berbagai fasilitas penunjang mengajar dan merealisasikan tunjangan khusus perbatasan karena kondisi pulau dengan harga sembako dan biaya hidup yang sangat mahal.

 

Selain itu, mengakomodasi para sarjana khususnya sarjana pendidikan dari penduduk asli Miangas perlu dicarikan mekanisme khusus dalam perekrutannya.

Faktanya, tidak sedikit yang mengambil jatah formasi ASN guru di Miangas kemudian setahun mengabdi diduga langsung melakukan lobi ke pimpinan dinas dan minta dipindahkan. Bahkan dari laporan para guru dan warga Miangas, ada yang belum setahun sudah minta pindah ke daerah lain padahal mereka ambil jatah CPNS (ASN) guru Miangas dan itu pun diizinkan oleh para pimpinan.

Potret rapuh pendidikan di Miangas baik bangunan fisik, bangunan SDM maupun tata kelolanya perlu menjadi perhatian pemerintah. Namun jejaring kebijakan (policy networks) juga harus dilakukan baik oleh aktor pemerintah pada level daerah sampai ke level nasional serta aktor non pemerintah.

Meski sudah ada juga pembagian tugas dalam pengelolaan pendidikan, namun untuk wilayah perbatasan tentu perlu perhatian yang lebih intens lagi untuk mewujudkan kualitas pendidikan secara merata. Selain aktor pemerintah, aktor non pemerintah juga seperti sektor swasta, perguruan tinggi, civil society, media dan bahkan partai politik harus sama-sama mendorong pemerataan kualitas pendidikan sampai ke garda terdepan negara untuk menjaga keutuhan NKRI. Jangan banyak menghabiskan anggaran negara baik APBN maupun APBN untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya hanya seremonial kunjungan saja tanpa mencari solusi yang bisa kompatibel dan berkesinambungan.

Jangan juga hanya terus membangun infrastruktur fisik tanpa memperhatikan detail pemanfaatan, perawatan dan kelangsungannya. Tak sedikit bangunan di pulau Miangas yang rusak tanpa digunakan bahkan ada yang dari bangun sampai dirobohkan lagi tidak pernah ditempati. Sehingga perlu diperhatikan analisis perencanaan yang melihat secara utuh baik pra maupun pasca pembangunan. Secara keseluruhan, harus seimbang antara pembangunan fisik maupun non-fisik dalam upaya peningkatan SDM dan ekosistem pendidikan yang terbaik tentu dengan melibatkan semua stakeholder.

Beberapa catatan penting tambahan:

  1. Nama SMPN 2 Nanusa harus diubah nomenklaturnya karena menggunakan nama kecamatan Nanusa padahal Pulau Miangas sudah beralih status dari Border Crossing Area (BCA) menjadi Kecamatan Khusus Miangas melalui Peraturan Daerah Kabupaten Talaud Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Khusus Miangas. Karena nomenklatur sekolah yang keliru sehingga sering salah kirim dokumen padahal jarak pulau Karatung sebagai lokasi alamat dari SMPN 2 Seatap Nanusa sangatlah jauh melewati lautan untuk sampai ke Miangas. Selain itu, dalam evaluasi kinerja terkadang pimpinan dinas salah melakukan evaluasi seperti kurangnya kinerja dari SMPN 2 Seatap Nanusa kemudian dilimpahkan ke SMPN 2 Nanusa.
  2. Tenaga Guru

SMKN 2 Talaud di Miangas

ASN 10 orang

Honorer 6 orang

Siswa 29 orang

SMPN 2 Nanusa di Miangas (Tidak ada guru Bahasa Inggris dan IPA):

ASN 5 orang (2 orang sudah akan pensiun)

Honorer ada 4 orang (ada lulusan SMK/SMA)

Murid 34 orang.

SDN Miangas

ASN Aktif 2 orang

Honor 6 orang

Siswa 78 orang

  1. - Perlu jaringan internet tetapi juga literasi digital agar nanti tepat penggunaannya
  • Kuantitas dan kualitas SDM pendidikan di garda terdepan NKRI (guru dengan kualitas terbaik termasuk sarjana dari Putra-Putri Miangas, rasio guru dan siswa harus proporsional)
  • Fasilitas, Sarana Prasarana
  • Pemberian bantuan harus sesuai kebutuhan
  • Tunjangan khusus perbatasan

 

 

Profil penulis: 

Harsen Roy Tampomuri, Mahasiswa Program Doktoral Universitas Indonesia (Kajian Stratejik dan Global)

 

 

 

Editor: Gemeinshaft Mais

Tags

Terkini

Terpopuler