Gerakan Tanah di Pulau Lembe Teridentifikasi, Ini Penjelasan PVMBG

11 Maret 2024, 09:07 WIB
Tim PVMBG saat meneliti gerakan tanah di Pulau Lembe /Istimewa

MANADOKU.COM -- Kota Bitung digemparkan dengan peristiwa gerakan tanah yang terjadi khususnya di Pulau Lembeh Februari 2024 lalu.

Setelah dilakukan penelusuran dan penelitian oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, gerakan tanah itu terjadi di lokasi rencana pembangunan perumahan.

Menurut PVMBG, Kelurahan Mawali dimana lokasi gerakan tanah itu terjadi merupakan daerah perbukitan berlerief sedang sampai curam dan sebagian berlandai. Sedangkan di lokasi tersebut kemiringan lereng dari sedang sampai curam. Dengan ketinggian 308 mdpl-326 mdpl. 

Geologi.

Baca Juga: Sosok Mayat Ditemukan Mengambang di Sungai Bailang, Polsek Bunaken Masih Cari Identitasnya

Berdasarkan observasi lapangan, litologi pada terutama terdiri dari breksi, lava dan tuf.

Aliran lava pada umumnya berkomposisi andesit sampai basal. Breksi berbutir sangat kasar, berkomposisi andesit, sebagian bersifat konglomerat, mengandung sisipan tuf, batupasir, batulempung dan lensa batugamping. 

Di daerah antara Molobok dan Nuangan, sepanjang pantai tenggara diantara batuan gunungapi itu ada yang terkersikkan dan mengandung barik barik kuarsa halus berwarna coklat kemerahan. Mineralisasi termasuk emas dan perak terdapat dalam urat kuarsa di sungai dekat Kp. Paslaten. 

Di Pulau Lembeh satuan ini tersusun dari aliran lava dan breksi yang berkomposisi andesit; di Kp. Papusungan telah termineralisasikan dan mengandung mineral pirit. Pulau Lembeh dengan bentuknya yang hampir setengah lingkaran, diperkirakan Oleh Verbeek 1908), sebagai bagian dari tebing kawah tua. pada Peta Geologi Lembar Manado, Sulawesi Utara (A.C. Efffendi, dkk., Pusat Survey Geologi, 1997). 

Tidak ditemukan struktur geologi yang signifikan di lokasi kajian bencana. 

Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Provinsi Sulawesi Utara (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) skala 1-50.000, secara regional lokasi ini terletak pada zona kerentanan gerakan tanah Menengah hingga rendah Artinya, daerah ini mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah.

Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali. lokasi bencana juga terletak pada zona kerentanan gerakan tanah rendah artinya potensi terjadi gerakan tanah pada lokasi ini rendah.

Potensi Bencana Gerakan Tanah.

Gerakan tanah yang terjadi di daerah perbukitan perkebunan warga Kelurahan Mawali yang berbatasan dengan perkebunan Kelurahan Pancuran merupakan tipe gerakan tanah jenis rayapan dengan ditandai retakan /rekahan tanah dengan hasil identifikasi awal sebagai berikut : Lokasi rekahan terletak di koordinat 1.4276674oN 125.24827112oE dengan elevasi ketinggian lokasi 308 mdpl-334 mdpl. 

Di area ini terdapat beberapa rekahan kecil sampai sedang dengan variasi lebar rekahan 10 cm-100 cm dengan Panjang rekahan utama 30 meter serta mengalami penurunan muka tanah sebesar 20cm-130cm di beberapa area. Luas area total yang mengalami retakan 6.500 m2. Arah retakan U3470 dan T770.

Dilokasi terdapat satu sumber mata air dengan jarak 12 m dari rekahan terdekat dengan titik koordinat 1.4275243oN 125.24817581oE. Jarak dari pemukiman. Dari lokasi tersebut terdapat dua kelurahan yaitu : 

- Kelurahan Mawali yang berjarak 1,5 km dari lokasi (sisi barat dari lokasi) 

- Kelurahan Pancuran yang berjarak 2 km dari lokasi (sisi selatan dari lokasi). Dari kedua kelurahan ini tidak berpotensi terkena dampak dari Gerakan tanah karena posisi berlawanan dengan arah longsoran bilamana terjadi longsoran (arah longsoran condong ke arah Timur). 

Rekomendasi Teknis Berdasarkan Potensi Gerakan Tanah.

Untuk menghindari terjadinya gerakan tanah dan mengurangi risiko akibat bencana gerakan tanah, maka direkomendasikan: 

1. Sebagai antisipasi masyarakat bisa segera menutup retakan-retakan tersebut dengan tanah untuk meminimalisasi aliran air yang masuk. 

2. Penataan drainase (sistem aliran air permukaan dan buangan air limbah) harus dikendalikan dengan saluran yang kedap air, dengan ditembok atau pemipaan, diarahkan langsung ke arah arah lembah atau sungai, untuk menghindari peresapan air ke tanah sehingga dapat memicu terjadinya gerakan tanah. 

3. Lahan dimatangkan sesuai kebutuhan yaitu pembangunan infrastuktur beserta fasilitas umumnya agar permukaan tanah kokoh dan tidak mudah bergeser atau terjadi gerakan tanah tipe rayapan dan juga untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap pondasi dan bangunan yang akan dibangun. 

Hindari pembuatan lahan basah berupa kolam dan lahan pertanian basah di sekitar pembangunan baru nanti, agar tidak membebani lereng.

Berdasarkan Permen ATR No. 12 Tahun 2021 dalam Rincian Ketentuan dan Syarat Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah point D Nomor 6 menyebutkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah pada daerah dengan lereng 15%(lima belas persen) – 40% (empat puluh persen), harus dilakukan dengan rekayasa teknis mekanik dan vegetatif yang sesuai untuk mencegah terjadinya erosi, aliran permukaan (run-off), dan longsor, serta point D Nomor 7, penggunaan dan pemanfaatan tanah pada daerah dengan lereng lebih dari 40% (empat puluh persen), dibatasi untuk kegiatan yang berfungsi lindung dan/atau kegiatan lain yang didukung dengan rekayasa teknis yang berteknologi tinggi.***

*Disclaimer*: Artikel ini telah tayang di Journal Telegraf dengan judul: "Ini Hasil Penyelidikan Badan Geologi Terkait Gerakan Tanah di Pulau Lembeh"

Editor: Rangga Mangowal

Tags

Terkini

Terpopuler