Tanggapan Kritis Atas Proses Pembuatan Peta RTRW: Menelusuri Kesenjangan Skala dan Keterbatasan Analisis

- 20 Februari 2024, 11:54 WIB
Penulis: Agus Santoso Budiharso
Penulis: Agus Santoso Budiharso /

PEMBUATAN Peta Rencana Tata Ruang (RTRW) merupakan langkah penting dalam perencanaan tata ruang suatu wilayah. Namun, tantangan yang muncul dalam proses ini dapat mengurangi keakuratan dan keefektifan hasil akhirnya.

Salah satu isu kritis yang perlu diperhatikan adalah perbedaan skala antara peta dasar dan peta tematik yang digunakan untuk analisis spasial.

Sebagai contoh, dalam banyak kasus, peta dasar yang digunakan untuk merancang Peta Rencana Pola Ruang Skala 1:50.000 adalah peta RBI dengan skala yang sesuai.

Namun, kompleksitas muncul ketika peta dasar tersebut harus diintegrasikan dengan peta tematik seperti peta geologi dan peta tanah yang memiliki skala berbeda.

Baca Juga: Tips Menikmati Liburan yang Berkesan di Destinasi Favorit Versi AirAsia

Peta dasar yang awalnya memiliki skala 1:50.000 mungkin tidak selalu sejajar dengan peta tematik yang mungkin memiliki skala yang lebih besar atau lebih kecil.

Perbedaan skala ini dapat menyebabkan ketidakcocokan dalam tingkat kedetailan informasi yang terkandung dalam peta.

Sebagai contoh, informasi yang terdapat dalam peta geologi atau peta tanah yang memiliki skala yang lebih besar mungkin tidak sepenuhnya tercermin dengan akurat pada Peta Rencana Tata Ruang skala 1:50.000.

Hal ini dapat mengakibatkan analisis spasial yang dilakukan tidak sepenuhnya benar dan dapat menimbulkan kesalahan interpretasi.

Tidak hanya itu, perbedaan skala juga dapat menghambat koordinasi antara informasi dari berbagai sumber.

Peta tematik yang diambil dari sumber berbeda dengan skala yang beragam dapat sulit diselaraskan secara tepat, memungkinkan terjadinya distorsi atau penyimpangan informasi ketika digunakan bersamaan.

Keterbatasan ini dapat menghambat integritas dan kredibilitas Peta Rencana Tata Ruang sebagai panduan perencanaan tata ruang yang andal.

Dalam kaidah kartografi, salah satu prinsip fundamental adalah menjaga konsistensi skala saat melakukan overlay peta.

Proses overlay peta melibatkan penyatuan informasi dari berbagai peta untuk mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif.

Namun, penting untuk memastikan bahwa semua peta yang digunakan memiliki skala yang seragam. Jika skala antar peta berbeda, ini dapat menimbulkan ketidakakuratan dan kurangnya ketelitian dalam analisis spasial.

Jika overlay peta dilakukan tanpa memperhatikan keseragaman skala, dampak yang dapat terjadi adalah ketidaktepatan dan kurangnya presisi dalam hasil analisis.

Informasi yang seharusnya terintegrasi dengan baik dapat mengalami distorsi atau kehilangan tingkat kedetailan yang penting.

Dalam konteks Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang berlaku untuk jangka waktu yang panjang, ketidaktepatan semacam itu dapat memiliki dampak yang signifikan, membentuk dasar perencanaan yang tidak akurat dan tidak dapat diandalkan.

Penting untuk diingat bahwa Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak hanya berlaku untuk saat ini tetapi juga memiliki implikasi jangka panjang hingga 20 tahun ke depan.

Jika overlay peta dilakukan tanpa memperhatikan konsistensi skala, ini dapat menciptakan sengketa ruang di masa depan.

Keputusan perencanaan tata ruang yang diambil berdasarkan analisis yang kurang akurat dapat menyebabkan ketidakseimbangan dan konflik penggunaan lahan, memberikan dampak negatif pada pengembangan wilayah dan kualitas lingkungan.

Mengingat pentingnya Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai panduan untuk pengembangan wilayah, kewaspadaan terhadap konsistensi skala sangat penting.

Upaya penyesuaian skala antar peta menjadi langkah proaktif untuk memastikan integritas data dan akurasi analisis spasial.

Hanya dengan mematuhi prinsip-prinsip kartografi ini, kita dapat membangun dasar yang kokoh untuk perencanaan tata ruang yang berkelanjutan, menciptakan masa depan yang harmonis dan berkelanjutan selama dua dekade mendatang.

Solusi untuk mengatasi tantangan ini dapat melibatkan upaya penyesuaian skala antara peta dasar dan peta tematik.

Selain itu, penerapan teknologi dan metodologi modern seperti pemetaan digital dan integrasi sistem informasi geografis (SIG) dapat membantu menyelaraskan informasi dari berbagai sumber dengan lebih efisien.

Peningkatan koordinasi antara pihak yang terlibat dalam perencanaan tata ruang juga menjadi kunci dalam memastikan bahwa informasi dari berbagai sumber dapat diintegrasikan secara akurat.***

Keterangan: Penulis adalah Dosen Universitas Prisma, Pendiri Yayasan Pengkajian dan Advokasi Geospasial.

Editor: Sahril Kadir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah