Sekilas tentang Aksara Lontara Sulawesi Selatan, Sejarah hingga Cara Bacanya

- 8 Februari 2023, 12:49 WIB
Bentuk aksara lontarak Sulawesi Selatan
Bentuk aksara lontarak Sulawesi Selatan /Dok. Balai Bahasa Kemdikbud Sulsel/

Isi naskah berbicara tentang tata aturan pemerintahan dan kehidupan masyarakat, dalam bentuk dokumen, peta, hukum perdagangan, surat perjanjian, hingga buku harian.

Artikel Ilham Daeng Makkelo yang berjudul 'Sejarah Makassar dan Tradisi Literasi' juga mencatat, hampir di setiap kerajaan di Sulawesi Selatan terdapat penulis istana yang bertugas mencatat segala urusan administrasi, dan aktivitas masyarakat dalam kerajaan tersebut, seperti perjanjian politik, pernyataan perang, surat perdamaian, wilayah kerajaan, kekayaan negara, aktivitas perdagangan, ritual keagamaan, upacara kenegaraan, silsilah, dan catatan harian raja.

Pada masa kolonial Belanda, tradisi penulisan aktivitas politik dan masyarakat tetap dicatat, baik pada kerajaan-kerjaan utama, maupun oleh kerajaan-kerajaan kecil (kerajaan bawahan), yang dikenal sebagai Lontarak Akkarungeng.

Namun, secara perlahan penggunaan aksara ini tergerus dengan penggunaan bahasa latin yang digunakan secara luas. Apalagi, sejak awal abad ke-20, kolonial Belanda membuka sekolah pemerintah, maupun sekolah swasta.

Meski demikian, lontara telah berhasil mendokumentasikan sejarah dan nilai budaya masyarakat Sulawesi Selatan, salah satunya adalah karya agung yang yang disebut naskah La Galigo.

Naskah ini berisi tentang epic mitos penciptaan dari peradaban Sulawesi Selatan, yang ditulis antara abad ke-13 dan ke-15 dalam bentuk puisi berbahasa Bugis kuno dan almanak sehari-hari, terutama kebudayaan di Sulawesi Selatan sebelum abad ke-14.

Dikutip dari laman resmi Balai Bahasa Kemdikbud Sulsel, lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar, yang menggunakan sistem tulisan abugida, dan terdiri dari 23 aksara dasar.

Aksara lontara tak memiliki tanda baca virama (pemati Vokal), sehingga aksara konsonan mati tidak dituliskan dan terdiri dari 23 huruf untuk lontara Bugis dan 19 huruf untuk lontara Makassar.

Ada empat aksara yang merepresentasikan suku kata pra-nasal, yaitu ngka, mpa, nra, dan nca, namun tidak pernah digunakan dalam materi berbahasa Makassar dan merupakan salah satu ciri khas tulisan Bugis.

Namun, dalam praktik penulisan tradisional Bugis-pun, keempat aksara ini seringkali tidak dipakai dengan konsisten, bahkan oleh juru tulis profesional.

Halaman:

Editor: Sahril Kadir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini