Cap Go Meh? Ini Tanggal dan Sejarah Perayaannya, dari Tragedi Menjadi Festival Lampion

- 1 Februari 2023, 19:17 WIB
Sejumlah warga keturunan Tionghoa mengarak patung Kong Cho Lok Waya saat perayaan Cap Go Meh di Indramayu, Jawa barat, beberapa tahun lalu
Sejumlah warga keturunan Tionghoa mengarak patung Kong Cho Lok Waya saat perayaan Cap Go Meh di Indramayu, Jawa barat, beberapa tahun lalu /Dok. Antaranews/

MANADOKU, Pikiran Rakyat - Setelah malam Imlek, salah satu momen yang paling dinantikan masyarakat khususnya di Indonesia adalah perayaan Cap Go Meh.

Pembicaraan tentang Tahun Baru Imlek 2023 masih hangat, terlebih karena curah hujan yang meningkat tepat setelahnya.

Sebab, curah hujan yang tinggi sering dikaitkan dengan Tahun Baru Imlek dan menjelang perayaan Cap Go Meh.

Baca Juga: Meluncur Februari ini, Ponsel Oppo Seri Find X6 Miliki Tiga Model Berkelas

Namun banyak yang belum tahu secara pasti sejarah dan kapan sebenarnya perayaan Cap Go Meh dilaksanakan. Berikut ulasannya.

Tanggal Perayaan

Cap Go Meh dirayakan pada hari ke-15 bulan lunar pertama setiap tahun. Dengan fakta bahwa hari pertama bulan lunar pertama tahun ini jatuh pada tanggal 22 Januari 2023, maka karnaval tersebut akan berlangsung pada Minggu, 5 Februari 2023.

Sejarah

Perayaan yang disebut juga sebagai Festival Lampion, atau Yuan Xiao Jie dalam bahasa China, memiliki sejarah tersendiri.

Dikutip dari CGTN, festival lampion awalnya adalah cerita tragedi yang selanjutnya diubah menjadi karnaval di Kota Chang'an, ibu kota Dinasti Han Tiongkok kuno (202 SM – 220), oleh Dongfang Shuo, penasihat kaisar saat itu.

Proses perubahan dari tragedi menjadi karnaval bermula ketika musim dingin, setelah beberapa hari hujan salju lebat.

Saat itu Dongfang pergi ke Taman Kekaisaran untuk memetik bunga prem untuk kaisar.

Dia memasuki taman dan menemukan seorang pelayan dengan air mata mengalir di wajahnya, dan berniat untuk melompat ke dalam sumur untuk bunuh diri.

Dia bergegas untuk menghentikannya dan bertanya tentang alasannya melakukan bunuh diri.

Ternyata pelayan bernama Yuanxiao itu hendak bunuh diri karena tidak bisa melihat orang tuanya sejak memasuki istana kerajaan, dan menyalahkan dirinya sendiri karena gagal memenuhi baktinya.

Setelah mendengar kisah pilu itu, Dongfang berupaya meyakinkan Yuanxiao bahwa dia akan menemukan cara untuk bertemu keluarganya.

Selanjutnya, Dongfao mendirikan layanan meramal di luar istana dan mulai memberi tahu orang-orang yang datang kepadanya bahwa akan ada bencana kebakaran pada hari kelima belas bulan lunar pertama.

Rumor menyebar dengan cepat, sehingga orang-orang di kota Chang'an panik dan meminta solusi.

Menanggapi permintaan solusi itu, Dongfang memberi tahu mereka bahwa pada tanggal 13 bulan lunar pertama Dewa Api akan mengirim peri berbaju merah dan orang-orang harus meminta belas kasihan padanya.

Dia menuliskan ramalan itu pada sebuah keputusan yang berisi bahwa kota itu akan dibakar pada hari ke 15 bulan lunar, yang selanjutnya diserahkan kepada Yuanxiao yang berpakaian merah untuk berpura-pura menjadi peri.

Kaisar khawatir dan meminta nasihat Dongfang. Dongfang berpura-pura berpikir sejenak, dan berkata: "Saya mendengar bahwa dewa api menyukai bola nasi ketan. Apakah Anda tidak memiliki pelayan bernama Yuanxiao yang ahli dalam hal itu? Biarkan dia membuat bola nasi ketan untuk menyembah Dewa Api, dan pada hari yang sama, seluruh kota dapat membuat bola nasi ketan untuk memberi hormat."

Dongfang juga menyarankan agar setiap rumah dipasang lentera merah dan menyalakan petasan untuk berpura-pura bahwa kota sedang terbakar.

Pada tanggal 15 bulan pertama bulan lunar, Kota Chang'an dipenuhi oleh orang-orang yang memegang lentera, sementara orang tua Yuanxiao akhirnya dapat bertemu di keramaian. Setelah malam yang begitu meriah, Kota Chang'an akhirnya aman.

Kaisar sangat gembira dan memerintahkan bahwa pada hari ke 15 bulan lunar pertama setiap tahun, orang harus membuat bola ketan dan menggantung lentera untuk menyembah Dewa Api.

Karena Yuanxiao sangat pandai dalam hal itu, orang-orang mulai menamai makanan itu dengan namanya, dan sejak saat itu hari itu disebut Festival Lentera atau Yuan Xiao Jie.

Hingga saat ini, makanan yuanxiao atau tangyuan dan menggantung lampion masih menjadi hal tradisional yang dilakukan di Festival Lampion.***

Editor: Sahril Kadir

Sumber: CGTN


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x